Kategori:
|
Buku
|
Jenis
|
Biografi
& Riwayat Hidup
|
Penulis:
|
Lee
Lipsenthal, M.D.
|
Seorang
dokter bernama Lee Lipsenthal yang mempunyai dua orang anak dan beristri kathy
yang juga seorang dokter hidup bahagia dan harmonis.
Namun seorang dokter adalah tetap manusia, sampai akhirnya dia pun terkena kanker esofagus yang mayoritas jika mengidap penyakit ini tak tersembuhkan.
Situasi yang tak enak dan serba salah menghinggapi perasaannya, untuk dirinya sendiri mungkin hanya terkejut sesaat tapi yang lebih ia pikirkan adalah bagaimana menyampaikan hal ini, berita bahwa dia sudah tak lama lagi hidup dan akan meninggalkan istri, anak dan semua yang dicintainya termasuk karirnya sebagai dokter yang telah membuat cerah harapan semua pasien yang berhasil disembuhkannya.
Dengan teknik melalui masa depresi, yaitu meredam rasa marah, penolakan, penawaran dan berakhir pada sikap menerima keadaan yang menimpanya, akhirnya dokter Lee melakukan cara meditasi untuk menenangkan diri dan melakukan pengobatan bathin yang terus menerus yang membawanya pada perjalanan spiritual.
Kecemasan yang dihadapi menjadikannya semakin kreatif, segala upaya pengobatan tetap dicoba. Dari mulai meditasi, perjalanan spiritual, pengobatan a la medis juga rangkaian kemoterapi tetap dijalaninya. Karena semangat hidup dan menelurkan semangat kepada orang sekitarnya termasuk punya energi karena kasih sayang dari istrinya Kathy dan kedua anaknya yang tinggi.
Belajar dari peristiwa-peristiwa menerima ketidakberuntungan ternyata bisa menguatkannya dalam posisi di ambang kematian.
Buku ini intinya menceritakan bagaimana menyembuhkan diri dari arti yang sebenarnya, jika fisik sakit memang sudah tak terelakan lagi, karena faktor yang memang menjadikannya sakit namun ada yang lebih penting, yaitu proses penyembuhan dari perasaan takut itu sendiri, perasaan takut yang sangat mendasar dalam menjelang kematian.
Dari paparan dalam buku ini, kita dibimbing bahwa dalam menghadapi bahaya tak selalu harus menghindarinya karena dalam jangka waktu yang panjang hal itu dirasa tak aman, lain jika kita bisa membuka diri dan menghadapinya dengan segala kemampuan dan teknik menaklukannya, maka rasa aman itu akan lebih terasa dan terlindungi.
Dokter Lee Lipsenthal memberi kita cipratan air ditengah kantuk mendera dalam perjalanan hidup yang kita lakoni, yang selama ini kita hanya tahu bahwa menjalani hidup itu sekedar untuk bekerja, sukses dan segala hal berbau konvensional yang umum dibicarakan banyak orang.Tanpa melihat sisi ruh dan jiwa yang perlu diberi asupan serta pengelolaan yang baik.
Dari perjalanan spiritual, penenangan diri dan mengelola emosinya, akhirnya Dokter Lipsenthal mampu menguasai diri, emosi dan keadaanya yang berada dalam kondisi tidak menentu dan tidak pasti.
Yang terpenting baginya adalah menjalani hari-hari sebaik mungkin dan menebar kebaikan serta menikmatinya tanpa beban.
Sekalipun dalam proses menghadapi kematian, dia tetap menganggapnya sebagai hari yang terbaik karena seluruh hidupnya sudah dijalaninya dengan sepenuh hati dan penuh persiapan secara jiwa raga.
Buku yang penuh cerita inspirasi dari setiap bab nya, membuat kita jadi lebih bisa menghargai waktu dan kesempatan dalam hidup.
Namun seorang dokter adalah tetap manusia, sampai akhirnya dia pun terkena kanker esofagus yang mayoritas jika mengidap penyakit ini tak tersembuhkan.
Situasi yang tak enak dan serba salah menghinggapi perasaannya, untuk dirinya sendiri mungkin hanya terkejut sesaat tapi yang lebih ia pikirkan adalah bagaimana menyampaikan hal ini, berita bahwa dia sudah tak lama lagi hidup dan akan meninggalkan istri, anak dan semua yang dicintainya termasuk karirnya sebagai dokter yang telah membuat cerah harapan semua pasien yang berhasil disembuhkannya.
Dengan teknik melalui masa depresi, yaitu meredam rasa marah, penolakan, penawaran dan berakhir pada sikap menerima keadaan yang menimpanya, akhirnya dokter Lee melakukan cara meditasi untuk menenangkan diri dan melakukan pengobatan bathin yang terus menerus yang membawanya pada perjalanan spiritual.
Kecemasan yang dihadapi menjadikannya semakin kreatif, segala upaya pengobatan tetap dicoba. Dari mulai meditasi, perjalanan spiritual, pengobatan a la medis juga rangkaian kemoterapi tetap dijalaninya. Karena semangat hidup dan menelurkan semangat kepada orang sekitarnya termasuk punya energi karena kasih sayang dari istrinya Kathy dan kedua anaknya yang tinggi.
Belajar dari peristiwa-peristiwa menerima ketidakberuntungan ternyata bisa menguatkannya dalam posisi di ambang kematian.
Buku ini intinya menceritakan bagaimana menyembuhkan diri dari arti yang sebenarnya, jika fisik sakit memang sudah tak terelakan lagi, karena faktor yang memang menjadikannya sakit namun ada yang lebih penting, yaitu proses penyembuhan dari perasaan takut itu sendiri, perasaan takut yang sangat mendasar dalam menjelang kematian.
Dari paparan dalam buku ini, kita dibimbing bahwa dalam menghadapi bahaya tak selalu harus menghindarinya karena dalam jangka waktu yang panjang hal itu dirasa tak aman, lain jika kita bisa membuka diri dan menghadapinya dengan segala kemampuan dan teknik menaklukannya, maka rasa aman itu akan lebih terasa dan terlindungi.
Dokter Lee Lipsenthal memberi kita cipratan air ditengah kantuk mendera dalam perjalanan hidup yang kita lakoni, yang selama ini kita hanya tahu bahwa menjalani hidup itu sekedar untuk bekerja, sukses dan segala hal berbau konvensional yang umum dibicarakan banyak orang.Tanpa melihat sisi ruh dan jiwa yang perlu diberi asupan serta pengelolaan yang baik.
Dari perjalanan spiritual, penenangan diri dan mengelola emosinya, akhirnya Dokter Lipsenthal mampu menguasai diri, emosi dan keadaanya yang berada dalam kondisi tidak menentu dan tidak pasti.
Yang terpenting baginya adalah menjalani hari-hari sebaik mungkin dan menebar kebaikan serta menikmatinya tanpa beban.
Sekalipun dalam proses menghadapi kematian, dia tetap menganggapnya sebagai hari yang terbaik karena seluruh hidupnya sudah dijalaninya dengan sepenuh hati dan penuh persiapan secara jiwa raga.
Buku yang penuh cerita inspirasi dari setiap bab nya, membuat kita jadi lebih bisa menghargai waktu dan kesempatan dalam hidup.
0 komentar:
Posting Komentar